Ayah Indonesia Untuk Palestina
Saat seorang anak terlahir ke dunia, bagaimana rasanya? Haru bercampur harap, tertuang saat mendengar suar tangisnya yang
membelah langit. Saat itu, seorang perempuan telah menjelma menjadi ibu (dengan segala lelah dan perjuangan saat melahirkan), dan seorang laki-laki telah menjadi ayah (dengan segala ketegangan saat mendampingi istri). Ya, perjalanan baru dimulai.
Perjalanan mendampingi tumbuh kembang anak, melewati 1000 hari pertama kehidupan, masa menyusui yang menuntut peran penting dari kedua orangtua, masa balita yang menggemaskan, masa sekolah .. hingga masa dewasa kala anak sudah menjadi teman hidup.
Sebagai orangtua, kita berusaha sebaik mungkin memenuhi kebutuhan mereka: fisik, spiritual, dan mental. Pemenuhan kebutuhan isik biasanya mudah ditentukan standarnya berupa kecukupan sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan kebutuhan spiritual akan terbentuk dalam bimbingan kita sebagai orangtua yang juga harus memenuhi aspek spiritual sebagai umat beragama. Pemenuhan kebutuhan mental?
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menitikberatkan kesehatan mental pada tiga hal: kemampuan individu mengatasi tekanan kehidupan sehari-hari, produktif secara sosial, serta berkontribusi dalam masyarakat. Ketiga aspek kesehatan mental tersebut merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh kedua orangtua. Mengapa kedua orangtua? Karena ibu dan ayah memiliki pendekatan berbeda dalam memenuhi hal tersebut. Misalnya, saat anak sedang menjumpai masalah/tekanan, ia akan menemui ibu untuk menceritakan apa yang terjadi, dan saat bertemu ayah, ia akan diajarkan mencari solusi atas masalah tersebut. Contoh lain, saat anak berinteraksi dengan orang lain, misalnya di area bermain, kehadiran ayah akan menjadi semacam penjamin-pemberi rasa aman “Ayo main, Ayah ada di sini”, sedangkan ibu akan mengajari bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan anak-anak lain di area bermain. Sementara itu, saat kita di Indonesia Alhamdulillah masih bisa membawa dan memastikan kesehatan mental anak-anak terpenuhi, bagaimana dengan anak-anak di Palestina? Anak Palestina, adalah anakanak luar biasa yang Allah berikan ketahanan menghadapi ujian penjajahan di tanah mereka sendiri. Apa saja yang mereka hadapi? Kekerasan dan konflik, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rumah dan harta benda, serta amat kurangnya akses layanan kesehatan (termasuk kesehatan mental).
Kemudian apakah yang dihadapi anak Palestina juga dihadapi oleh anak Indonesia? Bisa ya dan tidak. Pertama, kekerasan dan konflik meski tidak sama dengan di Palestina, juga ada di Indonesia. Tugas ayah dan ibu untuk memahamkan anak pada hal tersebut dengan tetap memberi makna pada apa yang terjadi di Palestina saat ini. Contoh mudah adalah dengan mengajak anak pada aksi peduli Palestina yang kerap diadakan di Indonesia. Selain itu, orangtua juga harus terus berusaha agar kekerasan tidak terjadi di rumah tangga. Tidak perlu malu meminta maaf jika sebagai orangtua kadang emosi tersulut menjadi kemarahan karena anak akan belajar bahwa orangtua bisa salah dan jika salah memang jarus minta maaf dan tidak mengulanginya kembali. Kedua, Kehilangan orang yang dicintai tentu merupakan hal yang mutlak terjadi karena manusia tidak abadi. Ayah dapat berperan mengajarkan konsep kehilangan dan menerima kehilangan tersebut (grieving) agar kelak mereka siap menerimanya dalam kerangka keimanan. Misalnya, mengajak anak untuk melayat kerabat atau tetangga yang meninggal, memaknai tahlilan di masyarakat, maupun menjelaskan arti kematian dengan bahasa yang mudah dimengerti tanpa membohongi. Ketiga, kehilangan rumah dan harta benda. Bagian ini adalah saat kita sebagai ayah menanamkan cara bersyukur kepada anak. Bahwa kita memiliki rumah untuk berteduh, saat banyak anak lain tidak memilikinya. Tentu selain bersyukur, anak juga perlu paham bahwa tidak seluruh harta benda yang diinginkan itu harus ada dan dipenuhi keinginannya.Hal tersebut penting untuk masa depannya. Keempat, kurangnya akses ke layanan kesehatan.
Indonesia yang amat luas memiliki keragaman dalam hal akses layanan kesehatan. Masyarakat kota relatif lebih mudah mengakses layanan dibanding masyarakat di daerah terpencil sehingga ayah juga akan menyikapi hal ini dengan berbeda. Penting untuk dilakukan oleh ayah dengan memastikan eluarga melaksanakan program hidup sehat, misalnya dengan tidak merokok yang identik dengan ayah. Berdasarkan narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa ayah berperan penting untuk turut memenuhi kesehatan mental anak (bekerja sama dengan ibu untuk memainkan peran yang berbeda), menghadirkan inspirasi anak Palestina di dalam kehidupan anak Indonesia (sambil tetap mendoakan agar anak Palestina juga segera mendapatkan negaranya merdeka), dan menjadi teladan dalam perilaku hidup sehat baik fisik, spiritual, maupun mental.
Penulis: Rama Adeyasa (Peserta Kegiatan “Menulis Esai oleh Ayah dan Calon Ayah” yang diselenggarakan oleh LBF)
You May Also Like

Duhai Mereka yang Disebut Ibu …
07/12/2020
MENDIDIK ANAK DENGAN CINTA
14/08/2021