Gizi, Pangan & Kesehatan

BAGAIMANA CARA MEMILIH PRODUK HEWAN DALAM KEMASAN KALENG AGAR AMAN UNTUK DIKONSUMSI

Oleh : N.R. Elok Kania Suryaningsih, S.Si

Food photo created by freepik – www.freepik.com

Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan ini ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis sehingga cara pengawetan ini sering juga disebut sebagai “The Art of Appertizing”. Makanan yang biasa dikemas dalam kaleng biasanya adalah bahan makanan yang mudah rusak atau tidak awet bila disimpan dalam waktu lama. Produk makanan yang berasal dari bahan pangan asal hewan biasanya tidak tahan lama karena bahan pangan asal hewan mudah sekali menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan mikroorganisme lain sehingga banyak dari produk makanan tersebut diawetkan dalam kemasan kaleng.

Bahan utama dari kemasan kaleng terbuat dari logam atau campuran logam yang biasanya dilapisi oleh zat inert sebagai lapisan pelindung pada bagian dalam tempat tersimpannya makanan yang dikalengkan. Bahan utama dari kemasan ini yaitu logam dapat bereaksi dengan isi makanan di dalam kaleng dan melepaskan unsur-unsur logam kedalam makanan yang dikalengkan. Pelepasan unsur tersebut terutama terjadi apabila bagian dalam kaleng tidak dilapisi zat inert secara baik atau terjadi cacat pada bagian dalam kaleng sehingga isi kaleng mengadakan kontak langsung dengan logam. Zat inert yang biasa digunakan untuk melapisi kaleng biasanya adalah enamel. Enamel pada kemasan kaleng umumnya berupa bahan non logam seperti polibutadiena, epoksi, fenolik, epon, oleoresin, dan vinil.
Jenis material yang biasa dikenal di industri pengalengan adalah Tin Free Steel, Alumunium dan Tin Plate. Pengemasan bahan makanan yang berasal dari produk hewan biasanya menggunakan System Hot Filling sehingga material yang digunakan haruslah dari jenis Tin Plate. Tin Plate adalah baja yang dilapisi oleh lapisan timah (Tin Coating). System Hot Filling adalah sistem pengemasan makanan yang pada saat pengisiannya ke dalam kaleng harus menggunakan suhu panas sehingga memerlukan material yang tebal seperti Tin Plate agar pada saat dingin kaleng tidak penyok karena terjadinya udara vaccum di dalam kaleng.
Salah satu material logam dalam sistem pengemasan adalah Timah (Sn) dan logam ini banyak dipergunakan dalam berbagai keperluan industri, karena timah merupakan logam yang tidak dapat dipengaruhi oleh udara (biarpun dalam keadaan lembab)sehingga banyak dipergunakan untuk melapisi tembaga atau besi supaya kedua logam tersebut tidak dioksidasi oleh udara. Walaupun demikian kontaminasi timah dari kemasan kaleng ke dalam makanan dapat terjadi apabila terjadi kerusakan pada kaleng seperti penyok atau tergores. Kontaminasi timah juga terjadi apabila makanan di dalam kaleng memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Makanan kaleng yang sudah mengalami kadaluwarsa dapat menyebabkan timbulnya peningkatan pH menjadi sangat asam sehingga sangat beresiko untuk mengalami kontaminasi logam dari kaleng karena asam dapat bereaksi dengan logam.
Selain Timah, Kromium (Cr) merupakan salah satu logam berbahaya yang dapat mengontaminasi bahan makanan di dalam kaleng karena besi atau baja yang menjadi bahan utama kaleng mengandung biasanya logam ini. Kromium tidak terdapat bebas di alam melainkan berada dalam bentuk senyawa FeCr2O4, karena inilah besi (Fe) ada yang mengandung Kromium.
Timah (Sn) dan Kromium (Cr) bila masuk ke dalam tubuh manusia secara berlebihan dapat bersifat racun. Walaupun Timah (Sn) dan Cr (III) bukan termasuk ke dalam senyawa logam berat yg toksik seperti Timbal (Pb), Raksa (Hg), Kadmium (Cd) dan Arsen (As), tetapi tidak boleh ada di dalam tubuh manusia secara berlebihan. Kromium di dalam tubuh hewan dan manusia merupakan mineral esensial yg sifatnya baik bagi tubuh, yakni Kromium trivalen Cr (III) sedangkan Kromium heksavalen Cr (VI) merupakan kromium yang bersifat racun atau toksik sehingga tidak boleh ada di dalam tubuh hewan dan manusia.
Kontaminasi dari timah dan kromium ke dalam bahan pangan asal hewan yang dikalengkan dapat terjadi apabila :
1. Terjadi kerusakan secara fisika pada bahan kaleng seperti penyok, tergores dan robek oleh benda tajam. Kerusakan ini menyebabkan enamel sebagai lapisan pelindung menjadi rusak dan terjadi interaksi secara langsung antara logam Sn dan Cr dengan bahan makanan asal hewan di dalam kaleng. Interaksi ini dapat menyebabkan proses oksidasi.
2. Terjadi kerusakan secara kimia pada bahan kaleng seperti terjadinya proses karat. Karat yang terjadi pada kaleng disebabkan adanya oksidasi antara udara dengan logam. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan kontaminasi logam Sn dan Cr ke dalam bahan makanan di dalam kaleng.
3. Terjadi kerusakan secara mikrobiologi pada makanan di dalam kaleng. Kerusakan ini biasanya terjadi apabila proses sterilisasi ketika pengemasan berlangsung tidak dilakukan dengan baik. Hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang biak di dalam makanan dan menghasilkan kadar asam yang tinggi yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dengan logam Sn dan Cr.
4. Bahan pangan asal hewan di dalam kaleng sudah mengalami kadaluwarsa yaitu masa simpan yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Bahan pangan asal hewan yang sudah kadaluwarsa memiliki pH yang tinggi dikarenakan produksi asam dari makanan tersebut. Tingkat keasaman yang tinggi dapat melarutkan logam Sn dan Cr pada kaleng sehingga bahan makanan menjadi terkontaminasi.
Apa yang harus dilakukan bila ingin mengonsumsi produk hewan atau bahan makanan asal hewan dalam kemasan kaleng dengan aman ?
Masyarakat dapat dengan aman mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng apabila memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Tanggal Kadaluwarsa.
Makanan dengan tanggal kadaluwarsa yang masih lama jatuh tempo berarti makanan tersebut masih dalam kondisi yang baik dan memiliki kandungan nutrisi yang masih sama dengan ketika makanan tersebut diproduksi.
2. Penampilan Fisik Kemasan Kaleng.
Kemasan kaleng yang baik adalah kemasan kaleng yang tidak penyok, tergores ataupun sobek oleh benda tajam. Kemasan kaleng yang baik memastikan bahwa lapisan enamel sebagai pelindung makanan di dalam kaleng tidak rusak.
3. Kemasan Kaleng Tidak Mengalami Perubahan Warna atau Berkarat.
Oksidasi pada kaleng dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan karat yang merusak lapisan enamel di dalam kaleng sehingga makanan dalam kaleng dapat ikut teroksidasi dan terkontaminasi logam dari kaleng.
4. Kemasan Kaleng Disimpan di Tempat yang Kering dan Jauh dari Sinar Matahari Langsung.
Hal ini untuk memastikan besi dan lapisan timah pada kaleng tidak bereaksi dengan udara lembab yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi logam. Sinar Matahari langsung juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi logam dan kenaikan suhu yang tinggi yang menyebabkan kerusakan pada kemasan kaleng.
5. Kemasan Kaleng tidak Dalam Keadaan Menggembung.
Bila kemasan kaleng dalam keadaan menggembung maka dapat dipastikan terdapat aktivitas mikroorganisme di dalam makanan dalam kemasan kaleng tersebut sehingga dapat terjadi peristiwa oksidasi logam dan pelepasan gas di dalamnya.
Produk hewan yang dikemas dalam kemasan kaleng memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh apabila masyarakat dapat dengan jeli memperhatikan kondisi produk tersebut ketika hendak dibeli. Apabila hal di atas diperhatikan dengan baik maka tidak ada keraguan lagi untuk mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng.

Sumber :
Wulan. N, Afkar. Z, Kurniawati. D, 2012, Analisis Kadar Logam Timah (Sn) dan Kromium (Cr) pada Susu Kental Manis Kemasan Kaleng dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom, Chemistry Journal of State University of Padang, Periodic , Vol 1 No 2 (2012)
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatis Mikro dan Semi Mikro, Media Pustaka:Jakarta.
https://www.kompasiana.com/catur_triwibowo/5500e4aaa33311376f512798/mengenal-enamel-sebagai-pelindung-bahaya-pada-kaleng-kemasan
Penulis berprofesi sebagai penguji produk pangan asal hewan di BPMSPH Bogor.

Oleh : N.R. Elok Kania Suryaningsih, S.Si Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan ini ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis sehingga cara pengawetan ini sering juga disebut sebagai “The Art of Appertizing”. Makanan yang biasa dikemas dalam kaleng biasanya adalah bahan makanan yang mudah rusak atau tidak awet bila disimpan dalam waktu lama. Produk makanan yang berasal dari bahan pangan asal hewan biasanya tidak tahan lama karena bahan pangan asal hewan mudah sekali menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan mikroorganisme lain sehingga banyak dari produk makanan tersebut diawetkan dalam kemasan kaleng.

Bahan utama dari kemasan kaleng terbuat dari logam atau campuran logam yang biasanya dilapisi oleh zat inert sebagai lapisan pelindung pada bagian dalam tempat tersimpannya makanan yang dikalengkan. Bahan utama dari kemasan ini yaitu logam dapat bereaksi dengan isi makanan di dalam kaleng dan melepaskan unsur-unsur logam kedalam makanan yang dikalengkan. Pelepasan unsur tersebut terutama terjadi apabila bagian dalam kaleng tidak dilapisi zat inert secara baik atau terjadi cacat pada bagian dalam kaleng sehingga isi kaleng mengadakan kontak langsung dengan logam. Zat inert yang biasa digunakan untuk melapisi kaleng biasanya adalah enamel. Enamel pada kemasan kaleng umumnya berupa bahan non logam seperti polibutadiena, epoksi, fenolik, epon, oleoresin, dan vinil.
Jenis material yang biasa dikenal di industri pengalengan adalah Tin Free Steel, Alumunium dan Tin Plate. Pengemasan bahan makanan yang berasal dari produk hewan biasanya menggunakan System Hot Filling sehingga material yang digunakan haruslah dari jenis Tin Plate. Tin Plate adalah baja yang dilapisi oleh lapisan timah (Tin Coating). System Hot Filling adalah sistem pengemasan makanan yang pada saat pengisiannya ke dalam kaleng harus menggunakan suhu panas sehingga memerlukan material yang tebal seperti Tin Plate agar pada saat dingin kaleng tidak penyok karena terjadinya udara vaccum di dalam kaleng.
Salah satu material logam dalam sistem pengemasan adalah Timah (Sn) dan logam ini banyak dipergunakan dalam berbagai keperluan industri, karena timah merupakan logam yang tidak dapat dipengaruhi oleh udara (biarpun dalam keadaan lembab)sehingga banyak dipergunakan untuk melapisi tembaga atau besi supaya kedua logam tersebut tidak dioksidasi oleh udara. Walaupun demikian kontaminasi timah dari kemasan kaleng ke dalam makanan dapat terjadi apabila terjadi kerusakan pada kaleng seperti penyok atau tergores. Kontaminasi timah juga terjadi apabila makanan di dalam kaleng memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Makanan kaleng yang sudah mengalami kadaluwarsa dapat menyebabkan timbulnya peningkatan pH menjadi sangat asam sehingga sangat beresiko untuk mengalami kontaminasi logam dari kaleng karena asam dapat bereaksi dengan logam.
Selain Timah, Kromium (Cr) merupakan salah satu logam berbahaya yang dapat mengontaminasi bahan makanan di dalam kaleng karena besi atau baja yang menjadi bahan utama kaleng mengandung biasanya logam ini. Kromium tidak terdapat bebas di alam melainkan berada dalam bentuk senyawa FeCr2O4, karena inilah besi (Fe) ada yang mengandung Kromium.
Timah (Sn) dan Kromium (Cr) bila masuk ke dalam tubuh manusia secara berlebihan dapat bersifat racun. Walaupun Timah (Sn) dan Cr (III) bukan termasuk ke dalam senyawa logam berat yg toksik seperti Timbal (Pb), Raksa (Hg), Kadmium (Cd) dan Arsen (As), tetapi tidak boleh ada di dalam tubuh manusia secara berlebihan. Kromium di dalam tubuh hewan dan manusia merupakan mineral esensial yg sifatnya baik bagi tubuh, yakni Kromium trivalen Cr (III) sedangkan Kromium heksavalen Cr (VI) merupakan kromium yang bersifat racun atau toksik sehingga tidak boleh ada di dalam tubuh hewan dan manusia.
Kontaminasi dari timah dan kromium ke dalam bahan pangan asal hewan yang dikalengkan dapat terjadi apabila :
1. Terjadi kerusakan secara fisika pada bahan kaleng seperti penyok, tergores dan robek oleh benda tajam. Kerusakan ini menyebabkan enamel sebagai lapisan pelindung menjadi rusak dan terjadi interaksi secara langsung antara logam Sn dan Cr dengan bahan makanan asal hewan di dalam kaleng. Interaksi ini dapat menyebabkan proses oksidasi.
2. Terjadi kerusakan secara kimia pada bahan kaleng seperti terjadinya proses karat. Karat yang terjadi pada kaleng disebabkan adanya oksidasi antara udara dengan logam. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan kontaminasi logam Sn dan Cr ke dalam bahan makanan di dalam kaleng.
3. Terjadi kerusakan secara mikrobiologi pada makanan di dalam kaleng. Kerusakan ini biasanya terjadi apabila proses sterilisasi ketika pengemasan berlangsung tidak dilakukan dengan baik. Hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang biak di dalam makanan dan menghasilkan kadar asam yang tinggi yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dengan logam Sn dan Cr.
4. Bahan pangan asal hewan di dalam kaleng sudah mengalami kadaluwarsa yaitu masa simpan yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Bahan pangan asal hewan yang sudah kadaluwarsa memiliki pH yang tinggi dikarenakan produksi asam dari makanan tersebut. Tingkat keasaman yang tinggi dapat melarutkan logam Sn dan Cr pada kaleng sehingga bahan makanan menjadi terkontaminasi.
Apa yang harus dilakukan bila ingin mengonsumsi produk hewan atau bahan makanan asal hewan dalam kemasan kaleng dengan aman ?
Masyarakat dapat dengan aman mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng apabila memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Tanggal Kadaluwarsa.
Makanan dengan tanggal kadaluwarsa yang masih lama jatuh tempo berarti makanan tersebut masih dalam kondisi yang baik dan memiliki kandungan nutrisi yang masih sama dengan ketika makanan tersebut diproduksi.
2. Penampilan Fisik Kemasan Kaleng.
Kemasan kaleng yang baik adalah kemasan kaleng yang tidak penyok, tergores ataupun sobek oleh benda tajam. Kemasan kaleng yang baik memastikan bahwa lapisan enamel sebagai pelindung makanan di dalam kaleng tidak rusak.
3. Kemasan Kaleng Tidak Mengalami Perubahan Warna atau Berkarat.
Oksidasi pada kaleng dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan karat yang merusak lapisan enamel di dalam kaleng sehingga makanan dalam kaleng dapat ikut teroksidasi dan terkontaminasi logam dari kaleng.
4. Kemasan Kaleng Disimpan di Tempat yang Kering dan Jauh dari Sinar Matahari Langsung.
Hal ini untuk memastikan besi dan lapisan timah pada kaleng tidak bereaksi dengan udara lembab yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi logam. Sinar Matahari langsung juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi logam dan kenaikan suhu yang tinggi yang menyebabkan kerusakan pada kemasan kaleng.
5. Kemasan Kaleng tidak Dalam Keadaan Menggembung.
Bila kemasan kaleng dalam keadaan menggembung maka dapat dipastikan terdapat aktivitas mikroorganisme di dalam makanan dalam kemasan kaleng tersebut sehingga dapat terjadi peristiwa oksidasi logam dan pelepasan gas di dalamnya.
Produk hewan yang dikemas dalam kemasan kaleng memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh apabila masyarakat dapat dengan jeli memperhatikan kondisi produk tersebut ketika hendak dibeli. Apabila hal di atas diperhatikan dengan baik maka tidak ada keraguan lagi untuk mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng.

Sumber :
Wulan. N, Afkar. Z, Kurniawati. D, 2012, Analisis Kadar Logam Timah (Sn) dan Kromium (Cr) pada Susu Kental Manis Kemasan Kaleng dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom, Chemistry Journal of State University of Padang, Periodic , Vol 1 No 2 (2012)
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatis Mikro dan Semi Mikro, Media Pustaka:Jakarta.
https://www.kompasiana.com/catur_triwibowo/5500e4aaa33311376f512798/mengenal-enamel-sebagai-pelindung-bahaya-pada-kaleng-kemasan
Penulis berprofesi sebagai penguji produk pangan asal hewan di BPMSPH Bogor.

Oleh : N.R. Elok Kania Suryaningsih, S.Si Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan ini ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis sehingga cara pengawetan ini sering juga disebut sebagai “The Art of Appertizing”. Makanan yang biasa dikemas dalam kaleng biasanya adalah bahan makanan yang mudah rusak atau tidak awet bila disimpan dalam waktu lama. Produk makanan yang berasal dari bahan pangan asal hewan biasanya tidak tahan lama karena bahan pangan asal hewan mudah sekali menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan mikroorganisme lain sehingga banyak dari produk makanan tersebut diawetkan dalam kemasan kaleng.

Bahan utama dari kemasan kaleng terbuat dari logam atau campuran logam yang biasanya dilapisi oleh zat inert sebagai lapisan pelindung pada bagian dalam tempat tersimpannya makanan yang dikalengkan. Bahan utama dari kemasan ini yaitu logam dapat bereaksi dengan isi makanan di dalam kaleng dan melepaskan unsur-unsur logam kedalam makanan yang dikalengkan. Pelepasan unsur tersebut terutama terjadi apabila bagian dalam kaleng tidak dilapisi zat inert secara baik atau terjadi cacat pada bagian dalam kaleng sehingga isi kaleng mengadakan kontak langsung dengan logam. Zat inert yang biasa digunakan untuk melapisi kaleng biasanya adalah enamel. Enamel pada kemasan kaleng umumnya berupa bahan non logam seperti polibutadiena, epoksi, fenolik, epon, oleoresin, dan vinil.
Jenis material yang biasa dikenal di industri pengalengan adalah Tin Free Steel, Alumunium dan Tin Plate. Pengemasan bahan makanan yang berasal dari produk hewan biasanya menggunakan System Hot Filling sehingga material yang digunakan haruslah dari jenis Tin Plate. Tin Plate adalah baja yang dilapisi oleh lapisan timah (Tin Coating). System Hot Filling adalah sistem pengemasan makanan yang pada saat pengisiannya ke dalam kaleng harus menggunakan suhu panas sehingga memerlukan material yang tebal seperti Tin Plate agar pada saat dingin kaleng tidak penyok karena terjadinya udara vaccum di dalam kaleng.
Salah satu material logam dalam sistem pengemasan adalah Timah (Sn) dan logam ini banyak dipergunakan dalam berbagai keperluan industri, karena timah merupakan logam yang tidak dapat dipengaruhi oleh udara (biarpun dalam keadaan lembab)sehingga banyak dipergunakan untuk melapisi tembaga atau besi supaya kedua logam tersebut tidak dioksidasi oleh udara. Walaupun demikian kontaminasi timah dari kemasan kaleng ke dalam makanan dapat terjadi apabila terjadi kerusakan pada kaleng seperti penyok atau tergores. Kontaminasi timah juga terjadi apabila makanan di dalam kaleng memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Makanan kaleng yang sudah mengalami kadaluwarsa dapat menyebabkan timbulnya peningkatan pH menjadi sangat asam sehingga sangat beresiko untuk mengalami kontaminasi logam dari kaleng karena asam dapat bereaksi dengan logam.
Selain Timah, Kromium (Cr) merupakan salah satu logam berbahaya yang dapat mengontaminasi bahan makanan di dalam kaleng karena besi atau baja yang menjadi bahan utama kaleng mengandung biasanya logam ini. Kromium tidak terdapat bebas di alam melainkan berada dalam bentuk senyawa FeCr2O4, karena inilah besi (Fe) ada yang mengandung Kromium.
Timah (Sn) dan Kromium (Cr) bila masuk ke dalam tubuh manusia secara berlebihan dapat bersifat racun. Walaupun Timah (Sn) dan Cr (III) bukan termasuk ke dalam senyawa logam berat yg toksik seperti Timbal (Pb), Raksa (Hg), Kadmium (Cd) dan Arsen (As), tetapi tidak boleh ada di dalam tubuh manusia secara berlebihan. Kromium di dalam tubuh hewan dan manusia merupakan mineral esensial yg sifatnya baik bagi tubuh, yakni Kromium trivalen Cr (III) sedangkan Kromium heksavalen Cr (VI) merupakan kromium yang bersifat racun atau toksik sehingga tidak boleh ada di dalam tubuh hewan dan manusia.
Kontaminasi dari timah dan kromium ke dalam bahan pangan asal hewan yang dikalengkan dapat terjadi apabila :
1. Terjadi kerusakan secara fisika pada bahan kaleng seperti penyok, tergores dan robek oleh benda tajam. Kerusakan ini menyebabkan enamel sebagai lapisan pelindung menjadi rusak dan terjadi interaksi secara langsung antara logam Sn dan Cr dengan bahan makanan asal hewan di dalam kaleng. Interaksi ini dapat menyebabkan proses oksidasi.
2. Terjadi kerusakan secara kimia pada bahan kaleng seperti terjadinya proses karat. Karat yang terjadi pada kaleng disebabkan adanya oksidasi antara udara dengan logam. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan kontaminasi logam Sn dan Cr ke dalam bahan makanan di dalam kaleng.
3. Terjadi kerusakan secara mikrobiologi pada makanan di dalam kaleng. Kerusakan ini biasanya terjadi apabila proses sterilisasi ketika pengemasan berlangsung tidak dilakukan dengan baik. Hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang biak di dalam makanan dan menghasilkan kadar asam yang tinggi yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dengan logam Sn dan Cr.
4. Bahan pangan asal hewan di dalam kaleng sudah mengalami kadaluwarsa yaitu masa simpan yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Bahan pangan asal hewan yang sudah kadaluwarsa memiliki pH yang tinggi dikarenakan produksi asam dari makanan tersebut. Tingkat keasaman yang tinggi dapat melarutkan logam Sn dan Cr pada kaleng sehingga bahan makanan menjadi terkontaminasi.
Apa yang harus dilakukan bila ingin mengonsumsi produk hewan atau bahan makanan asal hewan dalam kemasan kaleng dengan aman ?
Masyarakat dapat dengan aman mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng apabila memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Tanggal Kadaluwarsa.
Makanan dengan tanggal kadaluwarsa yang masih lama jatuh tempo berarti makanan tersebut masih dalam kondisi yang baik dan memiliki kandungan nutrisi yang masih sama dengan ketika makanan tersebut diproduksi.
2. Penampilan Fisik Kemasan Kaleng.
Kemasan kaleng yang baik adalah kemasan kaleng yang tidak penyok, tergores ataupun sobek oleh benda tajam. Kemasan kaleng yang baik memastikan bahwa lapisan enamel sebagai pelindung makanan di dalam kaleng tidak rusak.
3. Kemasan Kaleng Tidak Mengalami Perubahan Warna atau Berkarat.
Oksidasi pada kaleng dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan karat yang merusak lapisan enamel di dalam kaleng sehingga makanan dalam kaleng dapat ikut teroksidasi dan terkontaminasi logam dari kaleng.
4. Kemasan Kaleng Disimpan di Tempat yang Kering dan Jauh dari Sinar Matahari Langsung.
Hal ini untuk memastikan besi dan lapisan timah pada kaleng tidak bereaksi dengan udara lembab yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi logam. Sinar Matahari langsung juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi logam dan kenaikan suhu yang tinggi yang menyebabkan kerusakan pada kemasan kaleng.
5. Kemasan Kaleng tidak Dalam Keadaan Menggembung.
Bila kemasan kaleng dalam keadaan menggembung maka dapat dipastikan terdapat aktivitas mikroorganisme di dalam makanan dalam kemasan kaleng tersebut sehingga dapat terjadi peristiwa oksidasi logam dan pelepasan gas di dalamnya.
Produk hewan yang dikemas dalam kemasan kaleng memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh apabila masyarakat dapat dengan jeli memperhatikan kondisi produk tersebut ketika hendak dibeli. Apabila hal di atas diperhatikan dengan baik maka tidak ada keraguan lagi untuk mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng.

Sumber :
Wulan. N, Afkar. Z, Kurniawati. D, 2012, Analisis Kadar Logam Timah (Sn) dan Kromium (Cr) pada Susu Kental Manis Kemasan Kaleng dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom, Chemistry Journal of State University of Padang, Periodic , Vol 1 No 2 (2012)
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatis Mikro dan Semi Mikro, Media Pustaka:Jakarta.
https://www.kompasiana.com/catur_triwibowo/5500e4aaa33311376f512798/mengenal-enamel-sebagai-pelindung-bahaya-pada-kaleng-kemasan
Penulis berprofesi sebagai penguji produk pangan asal hewan di BPMSPH Bogor.

Oleh : N.R. Elok Kania Suryaningsih, S.Si Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan ini ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis sehingga cara pengawetan ini sering juga disebut sebagai “The Art of Appertizing”. Makanan yang biasa dikemas dalam kaleng biasanya adalah bahan makanan yang mudah rusak atau tidak awet bila disimpan dalam waktu lama. Produk makanan yang berasal dari bahan pangan asal hewan biasanya tidak tahan lama karena bahan pangan asal hewan mudah sekali menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan mikroorganisme lain sehingga banyak dari produk makanan tersebut diawetkan dalam kemasan kaleng.

Bahan utama dari kemasan kaleng terbuat dari logam atau campuran logam yang biasanya dilapisi oleh zat inert sebagai lapisan pelindung pada bagian dalam tempat tersimpannya makanan yang dikalengkan. Bahan utama dari kemasan ini yaitu logam dapat bereaksi dengan isi makanan di dalam kaleng dan melepaskan unsur-unsur logam kedalam makanan yang dikalengkan. Pelepasan unsur tersebut terutama terjadi apabila bagian dalam kaleng tidak dilapisi zat inert secara baik atau terjadi cacat pada bagian dalam kaleng sehingga isi kaleng mengadakan kontak langsung dengan logam. Zat inert yang biasa digunakan untuk melapisi kaleng biasanya adalah enamel. Enamel pada kemasan kaleng umumnya berupa bahan non logam seperti polibutadiena, epoksi, fenolik, epon, oleoresin, dan vinil.
Jenis material yang biasa dikenal di industri pengalengan adalah Tin Free Steel, Alumunium dan Tin Plate. Pengemasan bahan makanan yang berasal dari produk hewan biasanya menggunakan System Hot Filling sehingga material yang digunakan haruslah dari jenis Tin Plate. Tin Plate adalah baja yang dilapisi oleh lapisan timah (Tin Coating). System Hot Filling adalah sistem pengemasan makanan yang pada saat pengisiannya ke dalam kaleng harus menggunakan suhu panas sehingga memerlukan material yang tebal seperti Tin Plate agar pada saat dingin kaleng tidak penyok karena terjadinya udara vaccum di dalam kaleng.
Salah satu material logam dalam sistem pengemasan adalah Timah (Sn) dan logam ini banyak dipergunakan dalam berbagai keperluan industri, karena timah merupakan logam yang tidak dapat dipengaruhi oleh udara (biarpun dalam keadaan lembab)sehingga banyak dipergunakan untuk melapisi tembaga atau besi supaya kedua logam tersebut tidak dioksidasi oleh udara. Walaupun demikian kontaminasi timah dari kemasan kaleng ke dalam makanan dapat terjadi apabila terjadi kerusakan pada kaleng seperti penyok atau tergores. Kontaminasi timah juga terjadi apabila makanan di dalam kaleng memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Makanan kaleng yang sudah mengalami kadaluwarsa dapat menyebabkan timbulnya peningkatan pH menjadi sangat asam sehingga sangat beresiko untuk mengalami kontaminasi logam dari kaleng karena asam dapat bereaksi dengan logam.
Selain Timah, Kromium (Cr) merupakan salah satu logam berbahaya yang dapat mengontaminasi bahan makanan di dalam kaleng karena besi atau baja yang menjadi bahan utama kaleng mengandung biasanya logam ini. Kromium tidak terdapat bebas di alam melainkan berada dalam bentuk senyawa FeCr2O4, karena inilah besi (Fe) ada yang mengandung Kromium.
Timah (Sn) dan Kromium (Cr) bila masuk ke dalam tubuh manusia secara berlebihan dapat bersifat racun. Walaupun Timah (Sn) dan Cr (III) bukan termasuk ke dalam senyawa logam berat yg toksik seperti Timbal (Pb), Raksa (Hg), Kadmium (Cd) dan Arsen (As), tetapi tidak boleh ada di dalam tubuh manusia secara berlebihan. Kromium di dalam tubuh hewan dan manusia merupakan mineral esensial yg sifatnya baik bagi tubuh, yakni Kromium trivalen Cr (III) sedangkan Kromium heksavalen Cr (VI) merupakan kromium yang bersifat racun atau toksik sehingga tidak boleh ada di dalam tubuh hewan dan manusia.
Kontaminasi dari timah dan kromium ke dalam bahan pangan asal hewan yang dikalengkan dapat terjadi apabila :
1. Terjadi kerusakan secara fisika pada bahan kaleng seperti penyok, tergores dan robek oleh benda tajam. Kerusakan ini menyebabkan enamel sebagai lapisan pelindung menjadi rusak dan terjadi interaksi secara langsung antara logam Sn dan Cr dengan bahan makanan asal hewan di dalam kaleng. Interaksi ini dapat menyebabkan proses oksidasi.
2. Terjadi kerusakan secara kimia pada bahan kaleng seperti terjadinya proses karat. Karat yang terjadi pada kaleng disebabkan adanya oksidasi antara udara dengan logam. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan kontaminasi logam Sn dan Cr ke dalam bahan makanan di dalam kaleng.
3. Terjadi kerusakan secara mikrobiologi pada makanan di dalam kaleng. Kerusakan ini biasanya terjadi apabila proses sterilisasi ketika pengemasan berlangsung tidak dilakukan dengan baik. Hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang biak di dalam makanan dan menghasilkan kadar asam yang tinggi yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dengan logam Sn dan Cr.
4. Bahan pangan asal hewan di dalam kaleng sudah mengalami kadaluwarsa yaitu masa simpan yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Bahan pangan asal hewan yang sudah kadaluwarsa memiliki pH yang tinggi dikarenakan produksi asam dari makanan tersebut. Tingkat keasaman yang tinggi dapat melarutkan logam Sn dan Cr pada kaleng sehingga bahan makanan menjadi terkontaminasi.
Apa yang harus dilakukan bila ingin mengonsumsi produk hewan atau bahan makanan asal hewan dalam kemasan kaleng dengan aman ?
Masyarakat dapat dengan aman mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng apabila memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Tanggal Kadaluwarsa.
Makanan dengan tanggal kadaluwarsa yang masih lama jatuh tempo berarti makanan tersebut masih dalam kondisi yang baik dan memiliki kandungan nutrisi yang masih sama dengan ketika makanan tersebut diproduksi.
2. Penampilan Fisik Kemasan Kaleng.
Kemasan kaleng yang baik adalah kemasan kaleng yang tidak penyok, tergores ataupun sobek oleh benda tajam. Kemasan kaleng yang baik memastikan bahwa lapisan enamel sebagai pelindung makanan di dalam kaleng tidak rusak.
3. Kemasan Kaleng Tidak Mengalami Perubahan Warna atau Berkarat.
Oksidasi pada kaleng dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan karat yang merusak lapisan enamel di dalam kaleng sehingga makanan dalam kaleng dapat ikut teroksidasi dan terkontaminasi logam dari kaleng.
4. Kemasan Kaleng Disimpan di Tempat yang Kering dan Jauh dari Sinar Matahari Langsung.
Hal ini untuk memastikan besi dan lapisan timah pada kaleng tidak bereaksi dengan udara lembab yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi logam. Sinar Matahari langsung juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi logam dan kenaikan suhu yang tinggi yang menyebabkan kerusakan pada kemasan kaleng.
5. Kemasan Kaleng tidak Dalam Keadaan Menggembung.
Bila kemasan kaleng dalam keadaan menggembung maka dapat dipastikan terdapat aktivitas mikroorganisme di dalam makanan dalam kemasan kaleng tersebut sehingga dapat terjadi peristiwa oksidasi logam dan pelepasan gas di dalamnya.
Produk hewan yang dikemas dalam kemasan kaleng memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tubuh apabila masyarakat dapat dengan jeli memperhatikan kondisi produk tersebut ketika hendak dibeli. Apabila hal di atas diperhatikan dengan baik maka tidak ada keraguan lagi untuk mengonsumsi produk hewan dalam kemasan kaleng.

Sumber :
Wulan. N, Afkar. Z, Kurniawati. D, 2012, Analisis Kadar Logam Timah (Sn) dan Kromium (Cr) pada Susu Kental Manis Kemasan Kaleng dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom, Chemistry Journal of State University of Padang, Periodic , Vol 1 No 2 (2012)
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatis Mikro dan Semi Mikro, Media Pustaka:Jakarta.
https://www.kompasiana.com/catur_triwibowo/5500e4aaa33311376f512798/mengenal-enamel-sebagai-pelindung-bahaya-pada-kaleng-kemasan
Penulis berprofesi sebagai penguji produk pangan asal hewan di BPMSPH Bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *