MENGENAL PTSD ( POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER)
MENGUBUR LUKA MENYEMAI ASA
Oleh : dr Diyah Ririen , Staff Medik RSJ Marzoeki Mahdi Bogor
Pandemi Covid-19 ini terasa sangat panjang dan melelahkan, bahkan saat ini memasuki satu tahun lebih berlalu di Indonesia. Cerita-cerita yang menghiasi perjalanan nya mengharu biru jagad raya, baik cerita bahagia para survivor maupun cerita pilu mereka yang harus menemukan taqdir nya berhenti mengembara di dunia ini. Air mata yang tumpah, hati yang patah, jiwa yang hampa, semua silih berganti mengisi lembar-lembar halaman hidup kita saat ini. Dari saudara yang jauh, tetangga terdekat, sahabat handai taulan bahkan dari dalam rumah kita sendiri tak luput tersapu bah Covid-19 ini. Betapa ngilu setiap waktu berdenting-denting di notifikasi gadget kita berita lara berdatangan silih berganti, kadang membuat trauma tersendiri dengan nada ringtone nya seakan requiem yang dialunkan Mozart.
Dalam ilmu kedokteran Jiwa, ada satu kondisi yang disebut dengan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) , merupakan beberapa gejala gangguan mental yang timbul pada seseorang yang langsung berhadapan/mengalami peristiwa yang traumatik
#Kirkpatrick and Heller, The International Journal of Psychiatry in Medicine, August 2014#
Contoh trauma yang sering terjadi di sekitar kita adalah peristiwa kekerasan baik fisik maupun psikis, peristiwa kematian/kehilangan orang terdekat atau yang dicintai, musibah yang menghilangkan harta benda dan nyawa, dll
Pada masa pandemik ini, kemungkinan makin banyak orang yang mengalami PTSD secara tak disadari akibat antara lain sakitnya orang tedekat karena covid-19, beberapa peristiwa “pengucilan/penolakan’ dari lingkungan sekitar, kesakitan bahkan perasaan berdekatan dengan maut, atau kematian orang-orang yang disayangi .
Pada kesempatan ini, penulis ingin berbagi untuk pembaca agar bisa mengenali gejala PTSD dan bagaimana penanganan pertama nya. Hal ini sangat penting karena orang dengan PTSD sering tidak menyadari ada gangguan yang terjadi pada dirinya , akibatnya ia tidak segera mencari pertolongan, bahkan cenderung memendam atau menolak mengakui bahwa dirinya butuh pertolongan. Tentu ini akan berakibat buruk bagi Kesehatan mentalnya , dan juga berdampak bagi orang sekitarnya, apalagi bila ia seseorang yang masih memiliki tanggungan anak, istri/suami, ibu/bapak, dll yang membutuhkan keberadaannya.
Mengenal tanda & gejala PTSD :
- Pengulangan pengalaman traumatic pada hal-hal negative yang terjadi dalam pikiran bawah sadar,
Biasanya bentuk yang paling sering adalah :
- mimpi buruk,
- simbolisasi semua benda atau hal-hal yang terkait dengan peristiwa trauma, misal melihat air keran mengalir deras tiba-tiba seperti air bah, takut berlebihan terhadap suara sirine ambulance, reaksi cemas berlebihan terhadap bunyi nada telpon tertentu karena mengingatkan akan berita kematian, bunyi petir mengingatkan seperti suara tembakan/bom pada trauma akibat perang, dll,
- disosiasi/terbelah/terpecah/teralihkan baik konsentrasi, pemikiran bahkan kepribadiannya sebagai bentuk pelarian terhadap trauma yang dialami
Contoh saat seorang anak yang ditinggal meninggal orang tuanya tetapi berperilaku seakan-akan orang tuanya masih hidup untuk menghibur dirinya, istri yang ditinggal pergi suaminya pada kondisi tertentu seakan -akan merasakan kehadiran suaminya baik fisik maupun dalam simbolisasi benda tertentu, sampai pada terbentuknya kepribadiaan yang baru pada dirinya sebagai wujud pertahanan karena menganggap kepribadiannya yang dulu adalah lemah/tidak berdaya.
- Reaksi Penolakan,
Menolak untuk mengingat, berada pada suatu tempat atau kondisi tertentu, serta memperbincangkan hal-hal yang mengingatkan pada kejadian traumatic yang dialaminya
- Pemikiran dan Perasaan yang Negatif
Emosi labil, Banyak lupa terutama terkait hal-hal yang berhubungan dengan traumanya bahkan ada yang sampai amnesia, merasa diasingkan, tidak dipedulikan dan tersingkir dalam lingkungannya, Merasa bersalah terus menerus atau bahkan menyalahkan orang lain, kurang tertarik dengan aktivitas sekitarnya/minat terhadap sesuatu berkurang.
- Hiperaurosal, yaitu saat tubuh hipereaktif akibat hormon kortisol yang dilepas ketika otak stress, antara lain berakibat :
a. Cemas/anxiety berupa keringat dingin, berdebar-debar, sesak nafas tiba-tiba, bahkan bisa sampai sinkop/pingsan dan kejang tanpa ada kelainan organ tubuh atau penyakit fisik yang melatarbelakangi.
b. Susah memulai tidur, tidak nyenyak saat tidur
c. Dramatisasi terhadap kondisi fisik nya, sakit hampir di semua tubuh tapi tidak ada penyebab pastinya (disebut juga dengan psikosomatis)
d. Perilaku yang merusak/membahayakan badan, melukai diri sendiri bahkan bunuh diri
e. marah-marah, hilang konsentrasi, perilaku kekerasan
(#Kirkpatrick and Heller, The International Journal of Psychiatry in Medicine, August 2014#)
Tidak semua tanda dan gejala di atas muncul bersamaan, atau muncul dalam waktu dekat setelah trauma. Gejala ini bahkan ada yang muncul setelah beberapa bulan pasca trauma, bisa muncul hanya sebentar; harian; mingguan atau beberapa bulan, tetapi tak jarang pula menetap atau bertambah parah.
Dalam teori psikologi perkembangan oleh Sigmund Freud, yang banyak mendasari tentang studi dan Analisa gangguan jiwa di dunia, dikatakan bahwa individu mempunyai mekanisme pertahanan diri untuk mengurangi/reduksi serta beradaptasi atas konflik-konflik dan stress yang dialaminya baik secara sadar maupun tidak sadar, atau disebut pula dengan coping.
Proses mekanisme pertahanan ini sangat didominasi oleh kepribadian yang terbentuk sejak usia dini. Cara, proses dan keputusan yang manusia itu lakukan saat mendapatkan stress atau trauma bergantung pada pola asuh, kebiasaan dan hukum yang berlaku pada kehidupannya sebelumnya. Misalnya, seorang anak yang tidak pernah diajarkan bagaimana menghadapi kesusahan atau proses pembelajaran tentang kehidupan yang sulit akan lebih mudah stress saat masa-masa krisis, dibandingkan mereka yang sudah pernah ada pengalaman atau pengetahuan tentang kondisi-kondisi sulit dalam fase kehidupannya. Contoh yang sempat viral, Bagaimana seseorang bisa mengupas buah salak, bila dalam hidupnya tidak pernah makan salak, yang ada ia akan menghindari memakannya karena khawatir kulit buah salak melukai kulit jarinya.
Oleh karena itu, penting bagi seorang konselor/pendamping mereka yang mengalami PTSD untuk mengetahui cara- cara menolong membangun coping yang baik pada penderita.
Ada beberapa strategi yang dapat dijalankan untuk menolong orang dengan PTSD :
- Strategi membangun coping berfokus pada masalah :
- Self controlling, membantu penderita untuk berpikir dahulu sebelum melakukan Tindakan atau tidak terburu-buru ingin menyelesaikan suatu masalah, misal pada seseorang yang sedang menderita sakit parah; bantu untuk melihat dan menimbang alternatif-alternatif pengobatan yang akan ia lakukan berdasarkan sumber ilmu yang valid, tidak putus asa dan menjalani tiap proses pengobatan tanpa tergesa-gesa ingin melihat hasilnya.
- Distancing (menjaga jarak) dalam artian tidak terbelenggu selalu oleh masalah/trauma yang dihadapinya, distraksi/pengalihan pada hal-hal yang lebih bermanfaat dan membuat Bahagia. Misal pada seseorang yang bersedih berlarut-larut atas kematian orang yang dicintai; ajak untuk keluar dari zona sedihnya dengan olahraga, keluar rumah semata-mata untuk melihat suasana lain kehidupan, hiburan lainnya seperti kumpul teman dekat, keluarga, dll
- Planful problem solving, yaitu melakukan usaha-usaha untuk menyelesaikan masalahnya, bisa dimulai dengan yang paling ringan bertahap ke yang paling sulit, agar timbul semangat dan kepercayaan diri karena berhasil menguraikan masalah satu demi satu.
- Responsibility, bahwa seseorang harus siap dengan setiap masalah yang muncul dalam kehidupannya, melarikan diri dari masalah hanya menimbulkan masalah yang lain, dan catatan penting tidak semua masalah harus diselesaikan sendiri. Urutkan masalah yang berat sampai yang ringan, tandai yang bisa diselesaikan sendiri dan yang butuh bantuan pihak lain. Menyadari bahwa masalah timbul bukan semata-mata karena kesalahan yang kita lakukan, tapi ini merupakan proses hidup yang mesti dilalui .
- Strategi membangun coping berfokus pada emosi :
- Positive Reappraisal , yaitu memberi nilai positif, melakukan panduan terhadap diri untuk bereaksi positif terhadap kondisi trauma/masalah yang menimpa, hal-hal yang bersifat religius sangat lah berperan; misal memahami taqdir, mengambil hikmah dari cobaan , berserah diri, lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dll
- Mencari dukungan dari keluarga/sahabat dan handai taulan, penting untuk merasakan kehadiran seseorang yang memberikan support saat mengalami trauma atau masalah yang berat. Eratkan kembali hubungan kekerabatan dan pertemanan, agar penderita terbuka, mau menerima nasehat dan tidak merasa sendiri.
- Hiburan, yaitu memberikan perasaan senang, terhibur, gembira pada orang dengan PTSD, dengan kadar sesuai kondisi hati dan fisiknya, mungkin sekedar menonton film komedi, makan-makan, mendengarkan ceritanya dengan antusias dan tidak memotong atau mematahkan pendapatnya.
(Disadur dan disesuaikan dari Strategi Coping menurut Lazarus & Folkman ,1984)
Seorang pendamping/konselor sebaiknya tidak ikut larut secara emosi pada permasalahan penderita PTSD, tempatkan diri secara bijaksana sebagai pendamping bukan pemecah masalah. Tugas nya adalah memberikan jalan bagi penderita untuk menemukan jalan keluar yang baik, bilamana seorang pendamping tidak merasa berhasil atau penderita semakin parah gejalanya maka waktunya untuk mengantarkan kepada yang lebih profesional baik psikolog maupun psikiater.
Quotes penutup :
‘ manusia yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah yang paling memberi manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah membuat muslim yang lain Bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya dan menghilangkan rasa laparnya………”
( HR. Thabrani dalam Al Mu’jam A Khabir no 13280, 12:453 ) Sekian dan terimakasih , semoga bermanfaat. Wallahu’alam Bishowwab.