Highlights

Hari Ibu Kelabu : Kekhawatiran Bunda Jelang Kembali Dibukanya Pembelajaran Luring

Oleh : Mieska Despitasari, S.Si, MKM

Sungguh, hari ibu tahun ini, menjadi hari ibu kelabu. Bagaimana tidak??? Hari ibu kali ini ada di masa pandemi COVID-19. Para ibu, bunda, mama, ummi, umma, emak, di seluruh dunia pasti tidak seceria biasanya. Anak-anak belajar dari rumah, rasa khawatir sedikit banyak menyelimuti hati para wanita kuat yang bergelar ibu. Terlebih, pada konferensi pers tanggal 22 November 2020 lalu, Walikota Bogor menyatakan kemungkinan akan dibukanya kembali sekolah di Kota Bogor pada pertengahan Januari 2021. Walikota Bogor menyampaikan bahwa semuanya masih tetap tergantung pada perkembangan kondisi penyebaran COVID-19 dan kesiapan pemerintah daerah, sekolah, serta orang tua siswa. Pembelajaran akan dikombinasikan antara luring dan daring, sekolah pun tidak diperkenankan memberikan sanksi kepada orang tua yang belum mengizinkan anaknya untuk mengikuti pembelajaran dengan tatap muka langsung di sekolah. Rekaman konferensi pers yang disiarkan salah satunya melalui youtube ini secara masif menyebar di grup medsos orangtua siswa, guru, komite sekolah, tempat tinggal, komunitas dan lain sebagainya. Berbagai respon tentunya mengemuka dan berujung pada dua kubu : setuju dan tidak setuju. Ada di kubu manakah bunda?

Jauh dibalik kontroversi tersebut, tentunya sedikit banyak muncul rasa khawatir dan “pengkubuan” tersendiri dalam benak bunda. Satu sisi, pembelajaran jarak jauh secara daring membuat bunda “tenang” karena ananda tidak harus berangkat ke sekolah. Artinya, meminimalkan kontak dengan SARS CoV-2 si penyebab pandemi panjang COVID-19 ini. Namun di sisi lain, pembelajaran daring konon katanya membuat orang tua memiliki beban tambahan untuk mendidik anak. Ironis sebenarnya, karena itu bukan beban tambahan, tetapi mengembalikan tugas pengasuhan dan pendidikan kepada orang tua. Stress dan depresi pun melanda sebagian orang tua yang mentalnya tidak siap. Akibatnya, anak pun terkena imbas, sedikit banyak, omelan akan mampir di telinga mereka setiap harinya. Walhasil, mentalnya drop, otak dan hati mereka pun tidak berada dalam kondisi prima saat belajar. Jika demikian, maka dampak selanjutnya adalah sulitnya mereka memahami pelajaran dan kembali hal ini menyebabkan orang tua pusing tujuh keliling mengatur strategi untuk memotivasi anak belajar dan sekaligus berpikir keras mengenai cara ampuh menyampaikan materi-materi pelajaran pada anak. Bagai lingkaran setan, hal itu terus terjadi setiap hari, hampir 9 bulan lamanya.

Sehingga, ada yang bahagia mendengar berita bahwa sekolah akan dibuka kembali, ah… akhirnya… beban itu terlepas. Namun, tanpa sadar, satu kompartemen kecil di otaknya tergelitik untuk berpikir: tapi pandemi belum berakhir, apa jadinya jika anakku kembali datang ke sekolah? Bagaimana jika dia terpapar di sekolah? Akankah dia mematuhi protokol kesehatan? Siapkah sekolah dengan seluruh ceklis protokol kesehatannya? Bagaimana jika anakku berkerumun dengan teman-temannya dan terpapar COVID-19 saat di luar rumah? Serta segudang kegundahan lain dan pikiran yang terbagi karena Work From Home (WFH) yang tak mengenal jam kerja atau pasangan yang bekerja di lapangan dan kadang abai dengan protokol kesehatan. Berita mengenai positif dan atau wafatnya orang terdekat kita pun menambah kekhawatiran. Betapa dahsyat setan menggoda manusia, terlebih di saat pandemi. Waspadalah bunda!

Sekian banyak dinamika saat pandemi tersebut, hendaknya jangan menjadikan bunda dan keluarga terganggu kesehatannya. Kesehatan menurut definisi WHO bukan hanya mencakup kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan komponen kesehatan yang integral dan esensial. WHO menyatakan: “Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan.” Implikasi penting dari definisi ini adalah bahwa kesehatan mental lebih dari sekadar tidak adanya gangguan atau kecacatan mental. Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera dimana seseorang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya. Kesehatan mental sangat penting bagi manusia untuk berpikir, mengendalikan emosi, berinteraksi satu sama lain, mencari nafkah dan meraih kebahagiaan dalam hidup. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 pun, terjadi peningkatan proporsi gangguan di Indonesia jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, yaitu dari 1,7 permil menjadi 7 permil. Menurut CDC, Kesehatan mental yang kurang baik dapat berdampak pada kesehatan fisik. Misalnya gangguan tidur, sakit pada bagian kepala atau perut, nyeri dada, tegang pada otot, obesitas, hipertensi, diabetes dan gangguan jantung. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.

Lantas bagaimana caranya agar bunda, ananda dan anggota keluarga lain tetap sehat secara mental dalam menghadapi berakhirnya masa “Belajar Dari Rumah” (BDR)?

  1. Sadari benar bahwa kondisi yang terjadi saat ini, termasuk kemungkinan berakhirnya BDR walaupun pandemi belum berakhir adalah sesuatu yang tidak dapat kita ubah. Berikan kembali pemahaman pada ananda mengenai COVID-19, cara penularan dan pencegahannya dengan bahasa yang sederhana. Mengajak ananda yang masih kecil membaca buku/ karikatur atau menonton videoterkait COVID-19 dan pencegahannya dapat menjadi sebuah alternatif. Sementara ananda yang ada di level SMP ke atas, dapat diajak membaca artikel-artikel atau flyer yang lebih ilmiah.
  2. Berikhtiar maksimal dalam menjaga kesehatan ananda dan seluruh anggota keluarga. Jaga imunitas tubuh dengan konsumsi gizi seimbang, jika diperlukan dapat disertai suplemen makanan. Terapkan protokol kesehatan, ingatkan selalu ananda mengenai hal tersebut agar menjadi kebiasaan dan mengubah perilakunya. Selalu menggunakan masker standar (minimal 3 ply) dan face shield (jika diperlukan). Tidak menyentuh benda-benda di luar rumah yang tidak diperlukan dan segera mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dengan langkah yang benar. Ingatkan juga ananda untuk menjaga jarak dengan orang lain, tidak kontak fisik walaupun dengan sahabat terdekatnya di sekolah. Sampaikan pesan cinta pada ananda untuk segera pulang ke rumah dan tidak berkerumun saat menunggu dijemput atau dalam perjalanan pulang. Saat masuk rumah, segera mandi dan berganti pakaian. Segera rendam pakaian dan masker dalam cairan detergen, desinfeksi benda-benda yang diperlukan (kacamata, ponsel, kunci, dll). Siapkan juga tempat uang kembalian jika ananda melakukan transaksi keuangan saat keluar rumah. Biasakan juga untuk senantiasa saling mengingatkan dengan anggota masyarakat lainnya, termasuk pihak sekolah mengenai penerapan protokol kesehatan. Pencegahan penularan COVID-19 tidak dapat dilakukan hanya oleh keluarga kita saja. Percuma jika kita menjaga segala sesuatunya, tetapi lingkungan sekitar kita tetap abai. Dengan ikhtiar maksimal menjaga kesehatan, in syaa Allah kita akan merasa lebih tenang dan kesehatan mental pun terjaga. Tetap AMAN dan jaga IMUN yaa!
  3. Selalu berpikir positif dan memandang bahwa sesuatu yang terjadi dalam hidup ada hikmahnya. Ajak juga ananda dan seluruh anggota keluarga untuk senantiasa demikian. Walaupun rasa khawatir itu pasti ada, tetap perteguh keyakinan kita bahwa Allah SWT akan melindungi ananda bahkan pada saat ayah bunda tidak sedang bersama mereka. Apa yang patut kita ragukan dari Sang Maha Pelindung?
  4. Kembali eratkan hubungan antar anggota keluarga, agar setiap yang terjadi di luar rumah dapat diketahui bersama dan diantisipasi akibatnya. Misalkan tanpa sengaja ananda kontak fisik dengan temannya yang lain, lupa memakai masker kembali saat selesai wudhu di sekolah, atau bahkan (na’udzubilah) ada kontak dengan seseorang yang positif COVID-19 di luar sana. Keterbukaan in syaa Allah akan membuat segala sesuatu lebih mudah untuk ditindaklanjuti.
  5. Mengajak ananda dan keluarga untuk berbagi dengan sesama, terutama yang terdampak COVID-19. Melibatkan diri untuk berempati, melihat kondisi orang lain yang mungkin jauh lebih buruk daripada kita, akan membuat kita lebih tabah dalam menghadapi masalah. Dalam sebuah penelitian diungkapkan juga bahwa membahagiakan orang lain akan membuat diri kita pun turut berbahagia, sehingga imunitas akan meningkat.
  6. Jadilah teladan bagi ananda dan seluruh anggota keluarga dalam pencegahan dan penanganan COVID-19. Bahkan sejatinya dalam semua aspek, bukan? Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa keteladanan lebih “manjur” daripada hanya sekedar kata-kata. Oleh karena itu, jadilah orang tua yang selalu menjadi suri teladan terbaik bagi ananda dalam keluarga.
  7. Terakhir, tetapi merupakan yang terpenting adalah menjaga IMAN. Jaga selalu kedekatan kita dengan Allah SWT. Perbaiki kuantitas dan kualitas ibadah harian kita. Rayu Sang Penggenggam Jiwa dengan do’a terbaik kita. Buatlah do’a kita layak untuk dikabulkan-Nya. Sesungguhnya kedekatan dengan Sang Pencipta akan membuat manusia memiliki jiwa yang lebih tenang, sehat secara paripurna.

Sebagai penutup, yuk bunda, jaga IMAN, IMUN, dan AMAN dalam menghadapi berakhirnya BDR ini. Peran bunda dalam menjaga keluarga sangat besar. Oleh karena itu, bunda harus sehat paripurna. Sehat secara fisik, mental maupun spiritual. Selamat hari ibu!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *