Risalah Pengasuhan
SERBA SISA, MANA BISA MEREKA LUAR BIASA
By : Miarti Yoga
☘☘☘☘☘☘☘
Dear Ayah bunda. Seringkali kita merasa lelah yang sangat, setelah melalui sekian agenda selama seharian penuh. Begitu tiba di rumah, hampir kita tidak sadar bahwa ada sosok yang menanti-nanti hadirnya kita. Mereka mengharap sapaan hangat kita, mengharap acungan jempol kita, mengharap peluk dan cium kita, serta mengharap perhatian yang lebih dari kita. Bentuk-bentuk keinginannya pun tidak macam-macam sebetulnya. Bahkan bisa dibilang cukup sederhana. Contohnya, minta dibacakan cerita, minta dibuatkan roti bumbu, minta didengarkan pengalamannya selama di sekolah, minta ditemani mengerjakan tugas, dan lain-lain.
Dalam kondisi lelah yang tak terkelola dengan baik, muncul secara bersamaan ragam kecewa pada diri sang buah hati. Ada yang berdiam seribu bahasa alias merasa tak berminat atas hadirnya kita, ada yang menangis meronta-ronta dengan keinginan atau alasan yang tak jelas, ada pula yang mengekspresikan minat yang berlebih terhadap sesuatu (seperti terhadap mainan, “game”, dan benda-benda menarik lainnya) yang menyiratkan bahwa mainan jauh mengalahkan keberadaan kita.
Jika kondisinya demikian, kadang-kadang kita pun merasa serba salah. Bahkan perasaan tersisihkan, tak luput dari berbagai kemungkinan dalam benak kita. Dan pada saat yang bersamaan pula, kita terdiam sejenak sambil memperkirakan bahwa kita TIDAK DIBUTUHKAN. Sebuah perkiraan yang menyakitkan.
Terkait refleksi yang saya paparkan, saya teringat dengan pengalaman saya sendiri. Pernah suatu hari ibu mertua mengajak anak-anak saya untuk mengisi liburan dengan kegiatan pergi berenang. Pada saat itu saya berpikir untuk tidak mengantar anak-anak. Alasannya pun terlalu idealis. Terlalu unproduktif rasanya menghabiskan hari hanya untuk berenang dan pergi bermain. Begitulah alasan saya. Namun kemudian saya disadarkan oleh suami bahwa salah besar alasan yang saya pegang. Karena bagaimanapun, saya sebagai ibu dari anak-anak saya, selayaknya memberi perhatian kepada mereka dengan cara menyengaja. Dan tidak ada unsur unproduktif dalam agenda berenang bersama mereka. Karena kasih sayang yang saya berikan pada saat menemani mereka bermain air, itulah makna yang dalam untuk kebahagiaan mereka.
Anak memang membutuhkan ekspresi yang jelas dari sebuah kasih sayang yang diberikan orang tua. Mereka itu berada pada masa praoperasional konkret dimana segala sesuatu akan dipahami dan diterima dengan logis bila ada bentuk atau contoh yang nyata. Maka wajar adanya bila mereka merasa tak diperhatikan ketika kita bersikap datar. Dan mereka tidak mau tahu tentang kondisi kita yang sebenarnya. Pun ketika kita lelah selepas menunaikan amanah di luar rumah. Mereka tidak peduli. Yang ada dalam benak mereka hanyalah sebuah pertanyaan. Pertanyaan tentang perhatian yang mereka inginkan. Persoalannya, kadang-kadang kita terlampau menganggap sempit terhadap kesempatan yang ada. Kita seringkali merasa terbatas dengan waktu yang ada. Kita terlanjur menganggap bahwa waktu untuk anak hanya sebagian kecil dari rangkaian kegiatan kita. Padahal “quality time” bisa menjadi senjata ampuh yang mampu membeli hati mereka. Cara-caranya pun sederhana dan mudah untuk dibiasakan.
1. Menyalami dan mengajaknya tersenyum
2. Menanyakan kabar atau keadaannya
3. Menanyakan hal yang lebih emosional terkait apakah punya masalah atau tidak
4. Membacakan cerita sederhana atau ensiklopedia yang sangat diminati
5. Sesekali, menyuapinya sebagai bentuk “kangenan”. Hal ini tidak baik dilakukan setiap hari jika sang anak sudah berusia lebih dari tiga tahun.
6. Mengerjakan sesutau secara bersama-sama seperti merakit mainan dan atau sejenisnya
7. Sesekali membawakan kejutan berupa hadiah yang paling disukai
8. Memberikan sebuah janji untuk diajak ke sebuah tempat atau untuk dibelikan sesuatu
9. Membuat jadwal atau rencana selama satu bulan ke depan atau lebih
10. Sesekali, menghabiskan waktu seharian penuh bersama mereka
Semoga “sharing” ini bermakna dalam untuk Ayah Bunda sekalian. Dan ketika kita senantiasa berjaga-jaga untuk memberikan perhatian yang memadai pada mereka, maka konteks-konteks seperti anak lebih betah bersama nenek kakeknya, anak lebih berminat terhadap mainan, anak bermasalah di sekolahnya, anak menjadi “problem maker”di lingkungan sosialnya, insyaAllah terminimalisir. Bahkan semakin kita mendekatinya dengan sepenuh hati, maka terbangunlah sebuah klimaks yang diistilahkan dengan “bonding”, dimana akan terjalin sebuah ikatan emosional yang dahsyat antara kita dengan anak-anak kita. Dan dari ikatan emosional semacam ini, semakin terkoneksilah sel-sel otak mereka sehingga lebih besarlah kemungkinannya untuk menjadi pribadi yang brilian dan meraih kecerdasan yang mumpuni.
Jadi, bagaimanakah cinta kita menghunjam sempurna di benak anak kita jika lagi-lagi hanya SISA yang kita berikan. Waktu sisa, perhatian sisa. Bahkan seringkali wajah lelah dan tenaga alakadarnya yang kita sodorkan pada mereka. Sementara mereka menantikan kita dengan harapa yang sangat. Salahnya lagi, kita terlampau menuntut mereka untuk menjadi yang TERBAIK. Lalu bagaimanakah TERBAIK itu muncul jia kita menghargainya dengan PERHATIAN SISA dan PERHATIAN ALAKADARNYA.
Alloohu ‘alam bish showaab. Semoga bermanfaat. 😍Salam Pengasuhan😍